PENERAPAN
CULAPANNAMA SUTTA UNTUK MENINGKATKAN
KESADARAN MASYARAKAT AKAN BAHAYA KORUPSI
Oleh
:
Prayogo
Pangestu
Pendahuluan
Salah satu
sasaran utama yang menyebabkan terjadinya tindak korupsi adalah uang. Bagi
manusia, uang merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahkan dapat
dikatakan sebagai nyawa kedua. Oleh karena itu dapat dirumuskan beberapa faktor
terjadinya korupsi; Ada uang yang bukan miliknya, ada keperluan pribadi atau
orang lain, ada niat/kehendak penyalahgunaan,
ada kesempatan bagi penyalahgunaan, dan ada penyalahgunaan atau penyelewengan
(Bhikkhu Jotidhammo, 2006: 3).
Dewasa
ini banyak terjadi kasus korupsi yang dilakukan oleh petinggi negara, sehingga
hukum pun sudah tidak dihiraukan lagi. Mereka beranggapan dengan kekayaan yang
mereka miliki mampu membeli hukum yang sudah ada. Masih banyak lagi kasus
korupsi yang dilakukan para pejabat negara yang menjadi masalah yang sangat
kompleks yang harus segara ditangani. Contoh kecil kasus korupsi yang sangat
merugikan negara adalah kasus hambalang yang
merugikan negara hingga 500 milyar. Selain itu, salah satu
kasus yang saat ini menjadi perhatian masyarakat adalah tersandungnya ketua
Mahkamah Konstitusi dalam praktek korupsi. Dengan demikian, semakin maraknya
para koruptor di Indonesia membuat kepercayaan masyarakat terhadap para penegak
hukum semakin menurun.
Usaha
dalam pencegahan korupsi ini sebenarnya sudah banyak dilakukan, namun semakin banyak
pencegahan yang dilakukan semakin banyak pula kasus-kasus korupsi yang terjadi.
Tindak kejahatan korupsi ini terjadi bukan hanya dilakukan oleh para petinggi
negara dan para pejabat, namun terjadi pula pada lapisan masyarakat menengah
kebawah. Dengan birokrasi yang sudah membudaya dengan tindak korupsi, maka
sudah tidak heran lagi apabila terjadi kasus korupsi dilapisan masyarakat
menengah kebawah. Agama Buddha
menekankan untuk tidak melekat terhadap apa yang bukan dimilikinya, dengan
semakin melekat terhadap apa yang bukan miliknya maka dapat menyebabkan
seseorang tidak mampu mengendalikan dan mengatur penghaSilan secara harmonis sehingga tingkat pengeluarannya lebih tinggi.
Dalam Dhammapada, 84 menyatakan bahwa:
“Orang bijaksana tidak bertindak
curang, baik untuk kepentingan sendiri maupun orang lain. Ia tidak menginginkan
anak, kekayaan ataupun kekuasaan dengan berbuat jahat. Ia pun tidak
menginginkan sukses dengan cara yang salah. Sesungguhnya ia orang yang berbudi,
adil, dan bijaksana”.
Hal ini membuktikan bahwa Agama
Buddha sangat melarang keras seseorang untuk melakukan tindak korupsi untuk
keperluan pribadi maupun pihak lain. Buddha bukan hanya memberikan teori,
tetapi juga memberikan praktik nyata yaitu dengan menerapkan disiplin keras
kepada muridnya untuk tidak mengambil apa yang tidak diberikan.
Maraknya
Kasus Korupsi Akibat Melemahnya Moral Manusia Dewasa Ini
Berbagai upaya
dan usaha dalam pencegahan korupsi sampai saat ini tak kunjung menemukan titik
terang. Hal ini disebabkan karena semakin melemahnya moralitas manusia sehingga
korupsi pun semakin marak. Yang harus dilakukan adalah meningkatkan moralitas
secara personal. Dalam hal ini agama berperan penting untuk menyelesaikan kasus
tersebut. Buddhisme dalam hal ini sudah mampu memberikan jawaban yang tepat
untuk mencegah terjadinya kasus korupsi. Dalam Atthangika Magga (Jalan Utama Berunsur Delapan), Buddhisme telah
menjelaskan kepada kita semua bahwa kita harus menolak tindakan korupsi dan
lebih ditekankan untuk memiliki mata pencaharian yang benar, dengan tidak
merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
Korupsi
terjadi karena keserakahaan yang menguasai diri manusia. Dalam Agama Buddha
yang menyebabkan terjadinya kemerosotan moral manusia adalah Lobha atau keserakahan. Lobha mampu menutup mata kebajikan
manusia yaitu dengan keinginan yang sangat banyak dan menyebabkan penderitaan.
Hal ini yang mendasari faktor utama terjadinya korupsi demi memenuhi keinginan.
Agama Buddha telah menjelaskan, dengan merawat Sila yang baik maka akan tercapai kekayaan lahir dan batin, hal ini
menunjukkan bahwa Buddhisme sangat menjunjung tinggi moralitas umatnya dalam
upaya pencegahan korupsi.
Hubungan Culapannama Sutta dengan Kesadaran Akan Bahaya Korupsi
Korupsi
merupakan masalah yang harus segera ditangani dan diberantas. Berkaitan dengan masalah
korupsi, Buddhisme memberikan banyak
solusi untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya korupsi. Salah satu solusi
untuk menyadarkan masyarakat yaitu dengan Culapannama
Sutta. Sutta ini berisi tentang ajaran Sang Buddha yang didalamnya membahas
mengenai ciri-ciri orang jahat dan orang baik. Dengan mengerti bagaimana ciri
orang jahat dan orang baik maka diharapkan masyarakat lebih menyadari akan
bahaya korupsi.
Dengan
adanya pemahaman akan makna yang terkandung dalam Culapannama Sutta, umat Buddha akan menyadari bahaya dari tindakan
korupsi. Selain mengerti, maka hal terpenting yang harus segera diketahui
adalah akibat dari tindakan korupsi itu sendiri. Fakta yang terjadi
dimasyarakat saat ini adalah kurangnya kesadaran mereka tentang korupsi yang
terjadi disekitar mereka. Mereka cenderung menganggap hal itu sebagai angin
lalu saja, sehingga para koruptor menjadi merajalela bak jamur dimusim hujan.
Etika
dan moral haruslah menjadi prinsip dasar setiap tindakan. Kaitannya dalam hal
ini, Culapannama Sutta memberikan
jawaban tentang bagaimana manusia harus berbicara, bertindak, dan melakukan
segala sesuatu dengan benar. Didunia yang modern seperti ini memanglah sangat
sulit untuk bertindak secara benar. Faktor lingkungan dan pergaulanlah yang
menuntut seseorang untuk bertindak tidak sejalur dengan hukum yang sebenarnya.
Aplikasi
Culapannama Sutta untuk Meningkatkan Kesadaran
Masyarakat Tentang Bahaya Korupsi
Dari data Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menunjukkan peningkatan kasus korupsi di
Indonesia tahun 2013 sudah mencapai level emergency.
KPK juga menyebutkan telah terjadi peningkatan kasus korupsi dari tahun 2012
sampai dengan tahun 2013. Dari fakta tersebut telah menunjukkan bahwa tindak
korupsi di Indonesia sudah semakin merajalela dan berada disekitar masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, masyarakat harus menerapkan dan mempraktekkan
beberapa sifat dan tindakan-tindakan baik seperti yang terkandung dalam Majjhima Nikaya, Culapannama Sutta, 110,
yaitu:
“Seseorang yang
benar memiliki sifat-sifat baik; dia bergaul sebagai orang yang benar, dia
berharap sebagai orang yang benar, dia menasehati sebagi orang yang benar, dia
berbicara sebagai orang yang benar, dia bertindak sebagi orang yang benar, dia
memegang pandangan sebagai orang yang benar,dia memberikan dana sebagai orang
yang benar”.
Sutta diatas sudah tertera jelas
bagaimana seseorang harus bertindak. Salah satu penyebab terjadi korupsi adalah
faktor lingkungan. Oleh karena itu Sang Buddha menganjurkan untuk bergaul
dengan orang yang benar supaya tidak terjerumus kedalam hal-hal negatif. Dari
sutta tersebut dapat disimpulkan seseorang yang benar harus mempunyai keyakinan
serta rasa malu dan takut untuk melakukan segala sesuatu yang tidak sejalan
dengan hukum.
Dalam
Culapannama Sutta juga dijelaskan
akibat dari seseorang yang tidak mempunyai sifat dan tindakan yang tidak benar.
Seseorang yang hidupnya selalu diliputi keserakahan, kebencian dan kebodohan
batin, setelah kematian akan muncul dialam yang menyedihkan. Dari pernyataan
tersebut maka diharapkan masyarakat dapat lebih meningkatkan kesadaran akan
bahaya korupsi. Selain itu juga dapat memberikan pengertian terhadap para
pelaku korupsi akan bahayanya akibat dari tindak korupsi tersebut.
Sudah
banyak solusi yang diterapkan pemerintah dalam penanganan korupsi, tetapi belum
ada hasil yang memuaskan. Berkaitan dengan hal itu Buddhisme menawarkan sebuah
solusi tepatnya dalam Culapannama Sutta yaitu
bagaimana ciri-ciri orang benar memberikan dana. Dengan berdana seseorang
belajar untuk tidak melekat terhadap apa yang dimilikinya dan dapat
meningkatkan kedermawanan. Seorang koruptor selalu dibelenggu oleh tiga akar
kejahatan yaitu Lobha, Dosa, dan Moha. Dengan kata lain, sifat kedermawanan
dapat membuat seseorang akan lebih mengerti akibat dari tindakan korupsi.
Dalam
Culapannama Sutta dijelaskan ciri
tindakan orang yang benar akan selalu menjauhkan diri dari membunuh mahluk
hidup, dari mengambil apa yang tidak diberikan, dan dari berperilaku salah
dalam kesenangan indera. Sang Buddha sudah begitu jelas dalam menyampaikan
tindakan apa yang seharusnya diperbuat dengan benar. Dalam menangani kasus
korupsi, yang harus dirubah adalah pandangan diri personal seseorang terlebih
dahulu. Dengan demikian, apabila pandangan seseorang sudah benar maka tindakannya
pun akan menjadi benar sehingga tindak korupsi akan mustahil untuk dilakukan.
Kenyataan
yang kita ketahui bahwa ajaran Buddhisme sangat sejalan untuk mengatasi
berbagai permasalahan korupsi. Sang Buddha menjelaskan dalam berbagai khotbah
yang mengharuskan seseorang untuk mengatasi diri sendiri terlebih dahulu.
Seseorang yang mampu menaklukan diri sendiri untuk tidak berbuat salah
sesungguhnya adalah pahlawan sejati. Hal ini pada kenyataannya sangat sulit
untuk dipahami karena kita semua masih diliputi Lobha (keserakahan), Dosa
(kebencian) dan Moha (kebodohan).
Akar kejahatan itulah yang harus dilenyapkan sampai tuntas. Dengan berpedoman
terhadap Culapannama Sutta, dapat
digunakan sebagai pedoman untuk menerapkan
bagaimana menjadi orang yang mempunyai sifat dan tindakan.
Kesimpulan
Korupsi
merupakan tindak kejahatan yang harus segera diatasi. Meskipun kenyataannya
sulit untuk diberantas dengan cara-cara modern, tetapi dapat diatasi dengan
cara yang fundamental demi mengurangi penderitaan. Nilai moral yang terkandung
dalam Buddhisme dapat memangkas bibit-bibit korupsi. Dengan semakin maraknya
kasus korupsi yang terjadi dewasa ini, maka diperlukan solusi jitu untuk
menyelesaikannya. Buddhisme merupakan salah satu solusi yang tepat untuk
mengatasi permasalahan korupsi.
Agama
Buddha adalah agama yang sejalan dengan ilmu pengetahuan, dan terkandung
berbagai nilai moralitas yang sangat relevan dengan zaman modern seperti ini. Culapannama Sutta mengajak seseorang
menjadi lebih mengerti akan pentingnya bertindak dengan baik yang sejalan
dengan hukum. Culapannama Sutta memberikan
petunjuk bagaimana seseorang harus mempunyai sifat dan tindakan yang benar.
Tidak hanya berhenti disitu saja, Culapannama
Sutta memberi tahu kepada kita akibat dari seseorang yang mempunyai
tindakan yang benar dan tindakan yang salah.
Referensi
-Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi.
2007. Majjhima Nikāya 6
.(diterjemahkan
ke Bahasa Indonesia oleh Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati,
Endang Widyawati S.Pd). Klaten: Vihara Bodhivaṁsa dan Wisma Dhammaguṇa).
-Hamzah, Andi. 2005. Perbendingan Pemberantasan Korupsi
diberbagai Negara. Jakarta: Sinar Grafika.
-Rosidi, Ajip. 2009. Korupsi dan Kebudayaan Sejumlah Karangan
Lepas. Jakarta: Pustaka Jaya.
-Dkk, Caliadi. 2010. Hukum Dalam Perspektif Buddhis. Jakarta:
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Keagamaan Buddha Indonesia.
-Bhikkhu Jotidammo. 2006. Menuju Masyarakat Anti Korupsi Perspektif
Agama Buddha. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika.
Silahkan Tinggalkan Komentar anda.. ojo lali
BalasHapus