Jumat, 11 Juli 2014

Makalah AMBALAṬṬHIKĀKĀRĀHULOVĀDA SUTTA

AMBALAṬṬHIKĀKĀRĀHULOVĀDA SUTTA
Oleh:
Prayogo Pangestu

       Disusun untuk memenuhi tugas: Sutta Pitaka III
        Dosen pengampu: Kemanya Karbono, S,Ag.

Jurusan Dharmaduta
                                       








SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA
TANGERANG BANTEN

2012


1.1         LATAR BELAKANG
Pada waktu itu, Y.M. Rahula sdeang berdiam di Ambalatthika. Kemudian, ketika petang menjelang, Yang Terberkahi bangkit dari meditasinya dan pergi ke Y.M. Rahula di Ambalatthika. Y.M. Rahula melihat Yang Terberkahi datang dari kejauhan dan menyediakan tempat duduk serta menyiapkan air untuk membasuh kaki. Yang Terberkahi duduk di tempat yang telah disediakan dan mencuci kaki beliau. Y.M. Rahula memberi hormat dan duduk di satu sisi.


1.2         NIDĀNA (yang merupakan ‘sebab’)
a.              Kepada siapa
Khotbah ini dibabarkan kepada Y.M. Rahula.
b.             Oleh siapa
Khotbah ini dibabarkan oleh Sang Buddha.
c.              Di mana
Khotbah ini dibabarkan di Ambalatthika.

1.3         ISI
Ambalatthikarahulovada Sutta berisi tentang tiga perumpamaan yang ditujukan untuk menasehati Y.M. Rahula. Tiga perumpamaan tersebut adalah tentang tempayan air, gajah jantan kerajaan, dan cermin.
A.           PERUMPAMAAN TEMPAYAN AIR
Yang Terberkahi memberikan perumpamaan tempayan air yaitu sebagai berikut. Pertama, “Tempayan yang berisi sedikit air yaitu sama dengan kepetapaan bahkan jauh lebih sedikit daripada ini, mereka yang tidak malu mengucapkan kebohongan yang disengaja”. Kedua, “Sedikit air yang dibuang dari tempayan sama dengan mreka yang tidak malu mengucapkan kebohongan yang disengaja membuang kepetapaan mereka. Ketiga, “Tempayan air yang ditegakkan dengan hampa dan kosong sama dengan hampa dan kosong pula kepetapaan dari mereka yang tidak malu mengucapkan kebohongan yang disengaja
B.            PERUMPAMAAN GAJAH JANTAN KERAJAAN
Yang Terberkahi memberikan perumpamaan gajah jantan kerajaan yaitu dengan gading sepanjang tiang kereta kencana, dengan tubuh yang sudah dewasa, dari keturunan tinggi, dan sudah terbiasa bertempur. Di medan pertempuran melaksanakan tugas dengan kaki depan dan belakang, dengan tubuh depan dan belakang, dengan kepala dan telinganya, dengan gading dan ekornya, namun ia tetap menahan belalainya. Penunggangnya berpikir ia belum menyerahkan hidupnya. Tetapi sebaliknya, ketika gajah melaksanankan tugas di medan perang serta serta dengan belalainya juga, maka penunggangnya berpikir bahwa gajah telah menyerahkan hidupnya. Kini tidak ada lagi yang tidak akan dilakukan oleh gajah jantan ini.  Perumpamaan ini sama dengan seseorang yang tidak malu mengucapkan kebohongaan yang disengaja, maka tidak ada kejahatan, kekuatan, yang tidak akan dilakuakan oleh orang ini. Sang Tathagata pun tidak akan mengucapkan kebohongan sekalipun hanya sebagai lelucon.
C.            PERUMPAMAAN CERMIN
Yang Terberkahi memberikan perumpamaan cermin yaitu untuk tujuan refleksi. “Suatu tindakan melalui tubuh seharusnya dilakukan setelah refleksi berulang kali. Bila ingin melakukan, sedang melakukan, dan setelah melakukan suatu tindakan melalui tubuh seharusnya merefleksikan tindakan fisik dan suatu tindakan melalui pikiran seharusnya merefleksikan tindakan mental. Apakah tindakan ini menyebabkan malapetaka sendiri atau orang lain, atau keduanya? Apakah tindakan ini tak bajik dengan menyakitkan dan dengan akibat yang menyakitkan? Maka jelas tidak boleh dilakukan tindakan semacam itu. Tapi apabila tindakan ini tidak menyebabkan  malapetaka sendiri, orang lain, atau keduanya; tindakan ini bajik dengan konsekuensi yang menyenangkan, dengan akibat yang menyenangkan, maka boleh dilakukan tindakan fisik semacam ini”
Bila direnungkan dan diketahui tindakan yang telah dilakukan melaui tubuh dan pikiran menyebabkan malapetaka sendiri, orang lain, atau keduanya dengan konsekuensi menyakitkan dengan akibat yang menyakitkan, maka seharusnya mengakui tindakan semacam ini, mengungkapkannya, dan membukanya kepada Guru atau kepada para sahabat yang bijak dalam kehidupan suci. Setelah itu harus menjalankan pengendalian diri di masa depan. Tetapi sebaliknya, tindakan tersebut tidak menyebabkan malapetaka sendiri, orang lain, dan keduanya dengan konsekuensi menyenangkan dengan akibat yangky  menyenangkan, maka dapat berdiam dengan bahagia dan gembira, berlatih siang dan malam.
Sang Buddha menasehati Rahula, “petapa dan brahmana manapun di masa lalu telah memurnikan, akan memurnikan, dan sedang memurnikan tindakan fisik, tindakan verbal, dan tindakan mental mereka, Semua dilakukan berulang kali merenung seperti itu. Oleh karenanya engkau harus berlatih demikian”. ‘kami akan memurnikan tindakan fisik, tindakan verbal, dan tindakan mental dengan  berulang kali merenungkan hal itu’.
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Y.M. Rahula merasa  puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

1.4. KESIMPULAN

Ambalatthikarahulovada sutta merupakan kotbah yang diberikan di Rajagaha. Khotbah ini bercerita tentang Sang Buddha yang mendesak putranya, Rahula, samanera berusia tujuh tahun, tentang perlunya menjalankan peraturan moral mendasar tentang ketulusan, dan mempraktekkan kewaspadaan. Sang Buddha memberikan tiga perumpamaan, yaitu; pot air yang menengadah, gajah kerajaan dan cermin.

 DAFTAR PUSTAKA

Anggawati, Lanny dan Wena Cintiawati. 2004. Majjhima Nikāya. Klaten: Vihara
Bodhivamsa.
8 maret 2013.

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com