AMBALAṬṬHIKĀKĀRĀHULOVĀDA SUTTA
Oleh:
Prayogo
Pangestu
Disusun untuk memenuhi tugas: Sutta Pitaka III
Dosen pengampu: Kemanya Karbono, S,Ag.
Jurusan
Dharmaduta
SEKOLAH
TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA
TANGERANG
BANTEN
2012
1.1
LATAR
BELAKANG
Pada waktu itu, Y.M. Rahula sdeang berdiam di
Ambalatthika. Kemudian, ketika petang menjelang, Yang Terberkahi bangkit dari
meditasinya dan pergi ke Y.M. Rahula di Ambalatthika. Y.M. Rahula melihat Yang
Terberkahi datang dari kejauhan dan menyediakan tempat duduk serta menyiapkan
air untuk membasuh kaki. Yang Terberkahi duduk di tempat yang telah disediakan
dan mencuci kaki beliau. Y.M. Rahula memberi hormat dan duduk di satu sisi.
1.2
NIDĀNA (yang merupakan ‘sebab’)
a.
Kepada siapa
Khotbah ini dibabarkan kepada Y.M.
Rahula.
b.
Oleh siapa
Khotbah ini
dibabarkan oleh Sang Buddha.
c.
Di mana
Khotbah ini dibabarkan di Ambalatthika.
1.3
ISI
Ambalatthikarahulovada Sutta berisi
tentang tiga perumpamaan yang ditujukan untuk menasehati Y.M. Rahula. Tiga perumpamaan
tersebut adalah tentang tempayan air, gajah jantan kerajaan, dan cermin.
A.
PERUMPAMAAN
TEMPAYAN AIR
Yang Terberkahi memberikan perumpamaan
tempayan air yaitu sebagai berikut. Pertama, “Tempayan yang berisi sedikit air
yaitu sama dengan kepetapaan bahkan jauh lebih sedikit daripada ini, mereka
yang tidak malu mengucapkan kebohongan yang disengaja”. Kedua, “Sedikit air
yang dibuang dari tempayan sama dengan mreka yang tidak malu mengucapkan
kebohongan yang disengaja membuang kepetapaan mereka. Ketiga, “Tempayan air
yang ditegakkan dengan hampa dan kosong sama dengan hampa dan kosong pula
kepetapaan dari mereka yang tidak malu mengucapkan kebohongan yang disengaja
B.
PERUMPAMAAN
GAJAH JANTAN KERAJAAN
Yang Terberkahi memberikan perumpamaan
gajah jantan kerajaan yaitu dengan gading sepanjang tiang kereta kencana,
dengan tubuh yang sudah dewasa, dari keturunan tinggi, dan sudah terbiasa
bertempur. Di medan pertempuran melaksanakan tugas dengan kaki depan dan
belakang, dengan tubuh depan dan belakang, dengan kepala dan telinganya, dengan
gading dan ekornya, namun ia tetap menahan belalainya. Penunggangnya berpikir
ia belum menyerahkan hidupnya. Tetapi sebaliknya, ketika gajah melaksanankan
tugas di medan perang serta serta dengan belalainya juga, maka penunggangnya
berpikir bahwa gajah telah menyerahkan hidupnya. Kini tidak ada lagi yang tidak
akan dilakukan oleh gajah jantan ini.
Perumpamaan ini sama dengan seseorang yang tidak malu mengucapkan
kebohongaan yang disengaja, maka tidak ada kejahatan, kekuatan, yang tidak akan
dilakuakan oleh orang ini. Sang Tathagata pun tidak akan mengucapkan kebohongan
sekalipun hanya sebagai lelucon.
C.
PERUMPAMAAN
CERMIN
Yang Terberkahi memberikan perumpamaan
cermin yaitu untuk tujuan refleksi. “Suatu tindakan melalui tubuh seharusnya
dilakukan setelah refleksi berulang kali. Bila ingin melakukan, sedang
melakukan, dan setelah melakukan
suatu tindakan melalui tubuh seharusnya merefleksikan tindakan fisik dan suatu
tindakan melalui pikiran seharusnya merefleksikan tindakan mental. Apakah
tindakan ini menyebabkan malapetaka sendiri atau orang lain, atau keduanya?
Apakah tindakan ini tak bajik dengan menyakitkan dan dengan akibat yang
menyakitkan? Maka jelas tidak boleh dilakukan tindakan semacam itu. Tapi
apabila tindakan ini tidak menyebabkan malapetaka
sendiri, orang lain, atau keduanya; tindakan ini bajik dengan konsekuensi yang
menyenangkan, dengan akibat yang menyenangkan, maka boleh dilakukan tindakan
fisik semacam ini”
Bila direnungkan dan diketahui
tindakan yang telah dilakukan melaui tubuh dan pikiran menyebabkan malapetaka
sendiri, orang lain, atau keduanya dengan konsekuensi menyakitkan dengan akibat
yang menyakitkan, maka seharusnya mengakui tindakan semacam ini,
mengungkapkannya, dan membukanya kepada Guru atau kepada para sahabat yang
bijak dalam kehidupan suci. Setelah itu harus menjalankan pengendalian diri di
masa depan. Tetapi sebaliknya, tindakan tersebut tidak menyebabkan malapetaka
sendiri, orang lain, dan keduanya dengan konsekuensi menyenangkan dengan akibat
yangky menyenangkan, maka dapat berdiam
dengan bahagia dan gembira, berlatih siang dan malam.
Sang Buddha menasehati Rahula, “petapa
dan brahmana manapun di masa lalu telah memurnikan, akan memurnikan, dan sedang
memurnikan tindakan fisik, tindakan verbal, dan tindakan mental mereka, Semua
dilakukan berulang kali merenung seperti itu. Oleh karenanya engkau harus
berlatih demikian”. ‘kami akan memurnikan tindakan fisik, tindakan verbal, dan
tindakan mental dengan berulang kali
merenungkan hal itu’.
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang
Terberkahi. Y.M. Rahula merasa puas dan
bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
1.4. KESIMPULAN
Ambalatthikarahulovada sutta merupakan kotbah yang
diberikan di Rajagaha. Khotbah ini bercerita tentang Sang Buddha yang mendesak
putranya, Rahula, samanera berusia tujuh tahun, tentang perlunya menjalankan
peraturan moral mendasar tentang ketulusan, dan mempraktekkan kewaspadaan. Sang
Buddha memberikan tiga perumpamaan, yaitu; pot air yang menengadah, gajah
kerajaan dan cermin.
Anggawati, Lanny
dan Wena Cintiawati. 2004. Majjhima
Nikāya. Klaten: Vihara
Bodhivamsa.
https://triocoellophe.wordpress.com/category/uncategorized/page/4/,
diakses tanggal
8 maret 2013.
0 komentar:
Posting Komentar