Rabu, 24 September 2014

makalah "Belajar dan Pembelajaran"

PENGANTAR TEORI BELAJAR

Disusun untuk memenuhi tugas: Belajar dan Pembelajaran.
Dosen Pengampu: S. Girivirya, M.Pd., Cht-CT.


Oleh:
KELOMPOK I

1.        ANJALI METTA DEWI                                  0250111020446
2.        PRAYOGO PANGESTU                                 0250111020456
3.        YUNI LESTARI                                               0250111020452



Jurusan Dharmaduta


SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA
TANGERANG-BANTEN
2014     






BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Seorang calon pendidik hanya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik jika memperoleh jawaban yang jelas dan benar tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendidikan. Jawaban yang benar tentang pendidikan, diperoleh melalui pemahaman mendalam terhadap unsur-unsurnya. Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Konsep dasar kemandirian membawa implikasi kepada konsep pembelajaran serta peranan pendidik. Sebagaimana yang kita ketahui sekarang faktor yang sangat erat mendukung proses pendidikan adalah sistem pembelajaran dan kegiatan belajar. Sejalan dengan perkembangan teknologi serta teori-teori pembelajaran, maka guru pun dituntut mampu menguasai dan memilih strategi pembelajaran yang tepat, sehingga menjadikan siswa aktif, kreatif, dan belajar dalam suasana senang serta efektif.
Istilah belajar sebenarnya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Namun apa sebenarnya belajar itu, rasanya masing-masing orang mempunyai tangkapan yang tidak sama. Apa sebenarnya belajar itu, banyak ahli yang memberikan batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang tak dapat dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar. Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. Sering kali perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dan memperluas pandangan kita tentang mengajar.
1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Apa sajakah pandangan tentang teori belajar?
2.    Bagaimanakah pendekatan untuk studi tentang belajar?
3.    Apa sajakah gagasan awal tentang belajar?
1.3         Tujuan Rumusan Masalah
    Tujuan penulisan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:
1.    Memahami pandangan tentang teori belajar.
2.    Memahami bagaimanakah pendekatan untuk studi tentang belajar.
3.    Memahami gagasan awal tentang belajar.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Teori Belajar
Belajar (learning) adalah salah satu topik paling penting didalam psikologi dewasa, namun konsepnya sulit untuk didifinisikan. Pertama, belajar diukur berdasarkan perubahan di dalam perilaku. Dengan kata lain, hasil dari belajar harus selalu diterjemahkan kedalam perilaku atau tindakan yang dapat diamati. Setelah menjalani proses belajar, pembelajar (learner) akan mampu melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka lakukan sebelum mereka belajar. Kedua, perubahan behavioral ini relatif permanen, artinya hanya sementara dan tidak menetap. Ketiga, perubahan perilaku itu tidak selalu secara langsung setelah proses belajar selesai. Kendati ada potensi untuk bertindak secara berbeda, potensi untuk bertindak ini mungkin tidak akan diterjemahkan kedalam bentuk perilaku secara langsung. Keempat, perubahan perilaku (potensi behavioral) berasal dari pengalaman atau praktik. Kelima, pengalaman atau praktik harus diperkuat, artinya, hanya respon yang menyebabkan penguatan akan dipelajari.
A.  Belajar Pasti Menghasilkan Perubahan Perilaku
Sebuah ilmu pengetahuan atau sains membutuhkan pokok persoalan yang dapat diamati dan dapat diukur. Dalam ilmu psikologi, pokok persoalan semacam itu ditekankan pada perilaku. Jadi, apapun yang kita pelajari dalam psikologi harus diekpresikan melalui perilaku. Namun, bukan berarti bahwa belajar adalah sebuah perilaku. Kita belajar mengenai perilaku sehingga kita bisa mengambil kesimpulan mengenai proses yang diyakini bahwa sebab dari perubahan perilaku yang kita lihat. Dalam kasus ini, proses itu dinamakan belajar. Kebanyakan teori belajar saat ini sepakat bahwa proses belajar tidak bisa dipelajari secara langsung, tetapi belajar hanya dapat disimpulkan dari perubahan perilaku. Menurut Skinner, perubahan perilaku merupakan proses belajar itu sendiri dan tak perlu lagi ada proses lain. Dalam definisi ini, belajar ditempatkan sebagai variabel penginterfensi atau variabel perantara. Variabel perantara ini adalah proses teoritis yang diasumsikan terjadi diantara respon yang diamati. Variabel independen (variabel bebas) menyebabkan perubahan dalam variabel perantara (proses belajar) yang pada gilirannya akan menimbulkan perubahan dalam variabel dependen atau variabel terikat (perilaku). Situasinya dapat disajikan dalam diagram berikut ini:
 

     
 


            Dari sini kita mendapatkan dua macam masalah. Pertama, seberapa lamakah perubahan perilaku harus bertahan sebelum kita mengatakan bahwa proses belajar telah kelihatan hasilnya? Aspek ini pada awalnya dimasukkan dalam definisi diatas untuk membedakan antara belajar dengan kejadian lain yang mungkin mengubah perilaku, seperti keletihan, sakit, pendewasaan, dan narkoba. Jelas kejadian ini akan menimbukan efek yang mungkin akan datang dan pergi dengan  cepat, tetapi hasil belajar akan terus menetap sampai dia dilupakan atau muncul hasil belajar baru yang menggantikan hasil belajar lama. Masalah lain  yang lebih serius yaitu adanya fenomena yang disebut short-term memory (memori jangka pendek). Para psikolog menemukan bahwa jika informasi yang asing, seperti kata-kata yang tak bisa dipahami diberikan kepada seseorang dimana informasi itu tidak diulang-ulang, orang itu akan mengingat kata-kata itu secara hampir sempurna selama sekitar tiga detik saja. Tetapi dalam waktu lima belas detik selanjutnya, ingatan mereka turun atau lupa sama sekali (Murdock, 1961; Peterson & Peterson; 1959). Meskipun ada fakta bahwa informasi itu hilang dalam rentang waktu yang pendek, kita tidak bisa dengan yakin mengatakan bahwa dalam hal ini tidak ada proses belajar.
Penerimaan relatif permanen dalam definisi belajar juga akan menentukan apakah proses sentization (sensitisasi) dan habituation (habituasi) diterima sebagai contoh dalam belajar. Sentisisasi adalah proses dimana suatu organisme menjadi lebih rensponsif terhadap aspek tertentu dari lungkunganya. Sementara habituasi adalah proses dimana suatu organisme menjasi kurang rensponsif kepada lingkungannya.
B.  Belajar dan Performa / Tindakan
Perbedaan utama antara learning (belajar) dan performance (performa, tindakan) yaitu belajar merujuk pada kemungkinan (potensi) perubahan perilaku, sementara tindakan merujuk pada penerjemahan potensi ini kedalam perilaku. Jelas tidak semua perilaku dipelajari, perilaku yang lebih sederhana adalah hasil dari refleks. Sebuah refleks dapat didifinisikan sebagai respon yang tidak dipelajari lebih dahulu atau respon pembawaan internal dalam rangka bereaksi terhadap sekelompok rangsangan tertentu. Bersin ketika hidung tergelitik, atau secara mendadak menarik tangan saat tersengat api adalah contoh dari tindakan refleks. Perilaku reflek ini jelas tidak perlu dipelajari lebih dahulu, ia adalah karakterisitik bawaan genetik dari organisme, bukan hasil dari pengalaman.
Perilaku yang kompleks juga bisa merupakan karakteristik bawaan. Jika pola perilaku yang komplek adalah warisan genetis, maka perilaku itu akan disebut sebagai contoh dari insting atau naluri. Karena istilah instingtif ditawarkan sebagai penjelasan mengenai perilaku, kini kita cenderung menggunakan istilah perilaku spesies-spesifik (Hinde & Timberber 1958), karena istilah itu hanya bersifat deskriptif. Perilaku speises-spesifik adalah pola perilaku yang kompleks yang tidak dipelajari lebih dahulu dan relatif tidak bisa dimodifikasi yang dilakukan oleh spesies tertentu dalam situasi tertentu. Hal yang ditekankan disini adalah agar perubahan pilaku bisa berkaitan dengan proses belajar, perubahan itu harus relatif permanen dan harus berasal dari pengalaman. Jika suatu organisme melakukan suatu pola tindakan yang kompleks, namun bukan berasal dari pengalaman maka tindakan itu tidak bisa dikatakan sebagai perilaku yang dipelajari.
Belajar adalah perubahan perilaku atau potensi perilaku yang relative permanen serta berasal dari pengalaman, dan tidak bisa diabaikan ke Temporary Body States (keadaan tubuh temporer seperti keadaan yang disebabkan oleh sakit, keletihan, atau obat-obatan).
C.  Perbedaan Antara Jenis-Jenis Belajar
Belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan perubahan potensi perilaku yang berasal dari pengalaman. Akan tetapi, conditioning (pengkondisian, persyaratan) adalah istilah yang lebih spesifik untuk mendeskripsikan modifikasi perilaku. Ada dua jenis belajar yang dapat dipahami yaitu pengkondisian klasik dan instrumental. Dalam pengkondisian klasik, organisme tidak punya kontrol atas penguatan. Dengan kata lain, dalam pengkondisian klasik penguatan tidak tergantung pada respon nyata yang dibuat oleh organisme. Sementara pengkondisian instrumental, organisme harus bertindak dalam cara tertentu sebelum perilaku diperbuat, yakni penguatan bergantung pada perilaku organisme. Jadi dalam pengkondisian instrumental ini, perilaku adalah penting sekali untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, yakni penguat. Pengkondisian dan pelarian adalah jenis khusus dari pengkondisian instrumental. Teoretisi belajar semakin menyadari bahwa membatasi diri pada riset pengkondisian instrumental dan klasik saja tidak akan bisa membuat mereka memahami area pengalaman manusia yang jauh lebih luas. Meskipun banyak teoretisi percaya bahwa perilaku yang kompleks pada dasarnya dapat dipahami dalam pengkondisian klasik atau instrumental, namun ada pula yang menentang pendapat ini.
D.  Belajar dan Survival
Selama perkembangan evolusi kita dimasa lalu, tubuh kita mengembangkan kapasitas untuk merespon secara otomatis beberapa kebutuhan tertentu. Misalnya, kita bernafas secara otomatis dan jika suhu tubuh kita menjadi terlalu tinggi atau rendah akan terjadi mekanisme yang memicu keluarnya keringat yang mendinginkan tubuh atau kita akan menggigil yang menaikkan suhu tubuh. Penyesuaian otomatis ini dinamakan homeostatic mechanism (mekanisme hemeostatis), karena fungsinya adalah untuk menjaga keseimbangan fisiologis atau hemeostatis. Selain mekanisme hemeostatis, kita juga dilahirkan dengan gerak refleks untuk bertahan hidup.
          Meskipun mekanisme hemeostatis dan refleks jelas penting bagi survival, namun kita tidak akan bertahan hidup lama jika hanya bergantung kepadanya untuk memenuhi kebutuhan. Agar bisa survival suatu spesies harus memenuhi kebutuhannya akan beberapa hal seperti makanan, air, dan seks, dan ia harus berinteraksi dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Proses belajar juga memungkinkan organisme menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan bertindak secara fleksibel untuk bertahan hidup dalam lingkungan yang bervariasi. Selain mempelajari apakah suatu stimuli adalah positif, negatif, atau netral organisme juga harus belajar bertindak dengan cara mendapatkan atau menghindari berbagai stimuli tersebut. Secara umum, melalui pengkondisisan klasik kita mempelajari lingkungan yang kondusif maupun yang tidak, dan melalui pengkondisian instrumental kita mempelajari cara memperoleh atau menghindari objek yang diinginkan atau yang tidak. Karenanya belajar harus dilihat sebagai alat utama yang digunakan seorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
E.   Fungsi Mengkaji Proses Belajar
Perilaku manusia terbentuk melalui proses belajar, yang akan membantu kita mengapa kita berperilaku seperti yang dilakukan sekarang. Pemahaman ini akan menambah pengetahuan bukan hanya tentang perilaku normal dan perilaku adaptif tetapi situasi yang menimbulkan perilaku maladaptif atau abnormal (tidak normal). Psikoterapi yang efektif mungkin berasal dari pemahaman semacam ini. Praktik pengasuhan anak juga dapat memanfaatkan prinsip belajar. Setiap individu berbeda satu sama lain dan perbedaan ini dapat diterangkan dalam term pengalaman belajar yang berbeda. Salah satu atribut manusia yang terpenting adalah bahasa, dan perkembangan bahasa berasal dari belajar. Ada juga hubungan erat antara prinsip belajar dengan praktik pendidikan. Kita bisa menyimpulkan bahwa setelah pengetahuan kita tentang proses belajar semakin bertambah maka praktik pendidikan akan semakin efisien dan efektif.
2.2         Pendekatan Untuk Studi Tentang Belajar
Banyak teoretisi belajar berpendapat bahwa belajar hanya dapat diamati secara tidak langsung melalui perubahan perilaku. Saat kita mengkaji belajar, kita mengamati perilaku atau tindakan dan berdasarkan pengamatan ini kita menyimpulkan tipe belajar tertentu yang telah terjadi atau yang tidak terjadi. Sulitnya mengamati pengamatan langsung inilah yang menimbulkan begitu banyak pendekatan studi. Metode mempelajari fenomena saat fenomena itu terjadi secara alamaiah dinamakan naturaliste observation (observasi naturalistik).  Dengan teknik ini, kita melakukan observasi atau pengamatan secara mendetail dan membuat catatan atas apa saja yang telah dikaji kita.
          Ada dua kekurangan utama dalam pendekatan observasi naturalistis ini. Pertama, karena situasi kelas sangatlah kompleks, maka sulit untuk mengamati dan mencatat dengan akurat. Kedua, ada kecenderungan untuk mengklasifikasi peristiwa kedalam bagian yang mungkin terlalu komprehensif. Klasifikasi yang keliatannya sederhana, mungkin akan menjadi sangat kompleks jika diteliti lebih mendalam.
A.  Studi Sistematis Terhadap Belajar
          Dimasa modern, bagian dari psikologi yang membahas proses belajar menjadi makin ilmiah (sciencetific). Dalam dunia pengetahuan ilmiah, empirirsme dan rasionalisme menyatu dalam scientific theory (teori ilmiah). Teori ilmiah mengandung dua aspek penting. Pertama, sebuah teori memiliki formal aspect (aspek formal), yang mencakup kata dan simbol yang ada didalam teori. Kedua, sebuah teori memiliki empirical aspec (aspek empiris), yang terdiri dari peristiwa fisik yang hendak dijelaskan oleh teori itu. Meskipun hubungan antara aspek formal dan empiris dari suatu teori sangat kompleks, perlu dicatat bahwa bagian formal dari teori boleh jadi masuk akal dalam dirinya sendiri meskipun mungkin ia mengandung perkiraan yang salah tentang dunia fisik. Pernyataan semua proses belajar tergantung pada niat mungkin masuk akal secara formal tapi tidak menjelaskan secara akurat mengenai proses belajar itu. Maksudnya adalah sebuah teori beleh jadi terdengar valid, tetapi tidak mengandung makna ilmiah kecuali ia mampu bertahap dalam menghadapi ujian yang ketat.
Perlu diingat bahwa betapa pun abstrak dan kompleksnya sebuah teori, ia pada akhirnya harus berkaitan dengan kejadian fisik yang dapat diamati. Semua teori ilmiah, betapa pun abstraknya aspek formalnya, diawali dan diakhiri dengan pernyataan tentang kejadian yang dapat diamati. Scientific law (kaidah ilmiah) dapat didefinisikan sebagai hubungan yang konsisten antara dua atau lebih kelompok kejadian yang terlihat. Semua ilmu pengetahuan ilmiah berusaha mengungkap kaidah atau hukum tersebut.
Walaupun tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk menemukan hukum-hukum (hubungan yang teramati antarkejadian), penelitian ilmiah tak cukup hanya dengan mengamati dan mencatat ratusan atau mungkin ribuan hubungan empiris. Ilmuan biasanya berusaha memahami suatu hukum yang mereka temukan, artinya mereka mencoba mengelompokkannya secara koheren. Pengelompokkan ini memiliki dua fungsi yaitu (1) synthesizing function (fungsi sintesis), yang berusaha menjelaskan secara sistematis sejumlah besar observasi dan (2) heuristic function (fungsi heuristik) yang menunjukkan jalan ke riset selanjutnya.
Karena teori hanya alat riset, ia tidak bisa dikatakan salah atau benar, ia bisa dikatakan berguna atau tidak berguna jika sebuah teori menjelaskan berbagai observasi dan jika teori memicu riset lanjutan, maka teori itu bagus. Jika ia gagal dalam satu dari kedua hal itu, maka periset mungkin akan melakukan riset lagi untuk menemukan teori baru. Jika sebuah hipotesis yang dihasilkan dari sebuah teori bisa dikonfirmasi atau diterima maka teori itu akan semakin kuat. Jika hipotesis yang dihasilkan dari teori itu tertolak, maka teori itu akan menjadi lemah dan harus direvisi atau ditinggalkan. Jadi, teori harus terus-menerus menghasilkan hipotesis dasar yang mungkin membuktikan bahwa teori itu tidak efektif.
Salah satu karakteristik dari ilmu pengetahuan adalah ia hanya berhubungan dengan pernyataan yang secara prinsip dapat diverifikasi. Karakteristik lain dari ilmu pengetahuan adalah bahwa ia mengikuti principle of parsimony (prinsip parsimoni). Prinsip ini juga terkadang disebut prinsip ekonomi. Prinsip ini menyatakan bahwa ketika dua teori yang sama-sama efektif dapat menjelaskan fenomena yang sama, tetapi salah satu penjelasannya adalah lebih sederhana dan yang satunya lagi lebih kompleks, maka kita harus menggunakan penjelasan yang lebih sederhana. Ringkasan karakteristik teori ilmiah:
1.    Teori mensintesiskan sejumlah observasi.
2.    Teori yang baik bersifat heuristik, artinya ia menimbulkan riset baru.
3.    Teori harus menghasilkan hipotesis yang dapat diverifikasi secara empiris. Jika hipotesis dikonfirmasi atau diterima, maka teori itu makin kuat, jika hipotesis ditolak, teori itu lemah dan harus direvisi atau ditinggalkan.
4.    Teori adalah alat dan karenanya tidak bisa dikatakan salah atau benar, ia bisa dikatakan berguna atau tidak berguna.
5.    Teori dipilih berdasarkan hukum parsimoni, dari dua teori yg sama-sama efektif, yang lebih sederhanalah yang harus dipilih.
6.    Teori memuat abstraksi, seperti angka atau kata, yang merupakan aspek formal dari teori.
7.    Aspek formal dari suatu teori harus dikorelasikan dengan kejadian yang dapat diamati, yang merupakan aspek empiris dari suatu teori.
8.    Semua teori adalah usaha untuk menjelaskan kejadian empiris, dan karenanya harus diawali dan diakhiri dengan observasi empiris.
B.  Eksperimen Belajar
Dibagian sebelumnya kita membahas perjalanan dari riset ke teori, disini kita akan membahas secara ringkas jalannya teori ke riset. Pertama, kita harus menjelaskan sebuah pokok persoalan (subject matter). Ini biasanya berbentuk definisi umum tentang belajar atau deskripsi umum tentang fenomena yang dikaji. Kemudian, kita berusaha menyebutkan kondisi-kondisi yang diperlukan agar fenomena itu terjadi. Terakhir, kita harus mengubah pernyataan teoretis tentang proses belajar dalam term aktivitas atau pelaksanaan eksperimental yang dapat diidentifikasi dan dapat diulang. Ini dinamakan operational definition (definisi operasional).
Dengan kata lain, sebuah definisi operasional akan menghubungkan hal-hal yang didefinisikan (dalam kasus ini adalah belajar) dengan operasi yang dipakai untuk mengukurnya. Misalnya definisi operasional umum dari tingkat belajar adalah trials to criterion (percobaan kriterion), yakni berapa kali sebuah subjek eksperimental perlu mengalami materi yang dipelajari sebelum ia mampu bertindak pada level yang telah ditentukan.
Setiap eksperimen melibatkan sesuatu yang perubahannya diukur, yakni dependent variabel (variabel terikat), dan sesuatu yang dikontrol atau dimanipulasi oleh eksperimenter untuk melihat efeknya terhadap variabel terikat itu, yakni independent variabel (variabel lepas atau bebas). Ilmu pengetahuan ilmiah kerap dianggap sebagi cara yang objektif dan dingin untuk sampai kepada kebenaran. Tetapi ilmuan sering sangat emosional, sangat subjektif dan kebenaran yang mereka temukan sangat dinamis. Karakterisasi ini bisa dilihat dalam jumlah keputusan arbiter dalam menentukan setiap eksperimen belajar. Jumlah keputusan arbiter akan diringkas dibawah ini.
1.    Aspek apa dalam proses belajar yang harus diteliti.
Aspek yang harus diteliti tentu saja sebagian ditentukan oleh teori tentang belajar yang diambil seseorang. Meskipun teori belajar menentukan kondisi tempat proses belajar berlangsung, pemilihan kondisi yang akan diinvestigasi dapat ditentukan sendiri oleh eksperimenter.
2.    Teknik idografis versus nomotetis.
Periset secara intensif harus mempelajari proses belajar dari satu subjek eksperimental didalam beragam situasi (isiographics technique) atau mereka harus menggunakan kelompok subjek eksperimental dan meneliti performa rata-rata mereka (nomothetic technique). Meskipun berbeda, kedua teknik itu diakui luas, dan keduanya menghasilkan informasi yang signifikan tentang proses belajar.
3.    Subjek manusia versus subjek hewan non manusia.
Jika periset memilih menggunakan manusia sebagai peserta, mereka mesti memikirkan bagaimana hasil riset dari laboratoriun bisa digeneralisasikan kedunia luar. Akan tetapi, jika mereka menggunakan subjek non manusia, mereka juga harus memikirkan bagaimana menggeneralisasikan proses belajar dari satu spesies ke spesies lainnya dan juga bagaimana mesti digeneralisasikan kedunia luas.
4.    Teknik korelasi vs. Teknik eksperimental.
Beberapa periset mungkin menggunakan korelasioanal technique. Mereka mengorelasikan belajar secara operasional sebagai skor pada tes prestasi dengan kecerdasan yang secara operasional didefinisikan skor pada tes IQ.
5.    Variabel bebas (independen) mana yang harus dikaji.
Setelah belajar didefinisikan secara operasional, variabel belajar dalam eksperimen secara otomatis akan muncul. Fungsi teori lainnya adalah memberi periset beberapa pedoman untuk memilih variabel bebas atau terikat.
6.    Seberapa banyak level bebas yang akan diteliti.
Setelah satu atau lebih variabel bebas dipilih, periset harus menentukan berapa banyak level variabel bebas yang mesti direpresentasikan dalam eksperimen.
7.    Memilih variabel bebas.
Variabel bebas yang umum dalam ekperimen belajar antara lain adalah skor atau nilai tes/ujian, trials to extinction, kecepatan lari, tingkat respon, waktu untuk menemukan solusi, trials to criterion, latensi, probabilitas respon, jumlah kesalahan, dan besaran respon.
8.    Analisis dan intrepetasi data.
Setelah data (skor pada variabel terikat) dikumpulkan pada satu eksperimen bagaimana kita menganalisisnya? Setelah eksperimen didesain, dilaksanakan, dan dianalisis, ia harus diinterpretasikan. Biasanya ada banyak interpretasi data eksperimen, dan sebenarnya tidak ada cara untuk mengetahui apakah interpretasi itu adalah yang terbaik atau bukan. Dimungkinkan bahwa bukan sesudah mengikuti prosedur ilmiah yang paling ketat sekalipun dalam mengumpulkan data eksperimen, interpretasi atas data itu boleh jadi tidak memadai sama sekali. Tetapi dalam pengertian yang lebih praktis, pilihan atas apa yang akan dikaji, jenis subjek yang akan dipakai, pemilihan variabel bebas dan terikat, dan pendekatan analisis serta interpretasi data, paling tidak ditentukan sebagian oleh faktor seperti biaya, alasan kepraktisan, orientasi teoritis, perhatian sosial dan edukasional, dan ketersediaan perangkat riset.
C.  Penggunaan Model
Analogi merupakan suatu kemiripan parsial antara ciri-ciri yang serupa dari dua hal yang bisa dijadikan dasar perbandingan. Dalam ilmu pengetahuan, sering akan berguna apabila ada dua hal yang analog, khusunya ketika satu hal sudah diketahui dengan baik sedangkan hal yang lain belum. Dalam kasus seperti itu, kita bisa menggunakan model dalam rangka memahami hal yang belum diketahui. Berbeda dengan teori, sebuah model biasanya tidak dipakai untuk menjelaskan proses yang rumit. Model dipakai untuk menyederhanakan proses dan menjadikannya lebih mudah dipahami. Model dipakai untuk menunjukkan bagaimana sesuatu itu seperti sesuatu yang lain. Tetapi, sebuah teori berusaha mendeskripsikan proses yang mendasari fenomena kompleks. Namun berbeda dengan model, teori tidak berusaha menunjukkan seperti apakah belajar itu.
D.  Belajar dalam Laboratorium Versus Observasi Naturalistis
Ingat bahwa ilmu pengetahuan berurusan dengan pernyataan-pernyataan yang diverifikasi melalui eksperimentasi. Berbeda dengan observasi naturalis, dimana periset tidak punya kontrol atas hal-hal yang sedang diamati, sebuah eksperimen dapat didefinisikan sebagai observasi terkontrol. Informasi diperoleh dan hilang dalam percobaan di laboratorium. Keuntungannya adalah eksperimenter dapat mengontrol situasi dan karenanya bisa memeriksa secara sistematis sejumlah kondisi yang berbeda dan efeknya terhadap belajar. Kekurangannya adalah laboratorium menciptakan situasi artifisial yang sangat berbeda dengan situasi yang terjadi secara alamiah.
E.   Pandangan Kuhn Tentang Bagaimana Ilmu Pengetahuan Berubah
Pandangan ini menggambarkan sebuah aktifitas yang secara bertahap berkembang menuju pemahaman yang akurat. Dalam buku The Structure Of Scientific Revolution yang terbit pada tahun 1973, Tomas Kuhn (1922-1996) menyajikan pandangan yang berbeda mengenai ilmu pengetahuan. Menurut Kuhn, ilmuan yang bekerja dibidang tertentu, menerima sudut pandang tertentu tentang apa yang sedang dipelajari. Kuhn menyebut sudut pandang yang dianut bersama oleh sejumlah ilmuan ini sebagai paradigmaa. Sebuah paradigma menyediakan kerangka umum untuk riset empiris dan biasanya tidak sekedar teori yang terbatas. Paradigma berkaitan erat dengan aliran pemikiran seperti behaviorisme atau fungsionalisme. Sebuah paradigma adalah cara memandang suatu objek yang menjelaskan problem tertentu dan menunjukkan cara pemecahan problem itu Kuhn menyebut aktivitas pemecahan masalah dari ilmuan yang mengikuti suatu paradigma sebagai normal science (ilmu pengetahuan normal).
Jadi menurut Kuhn ilmu pengetahuan atau sains berubah (meskipun tidak selalu bertambah maju). Menurut Kuhn, revolusi ilmu pengetahuan setidaknya adalah fenomena sosiologis sekaligus fenomena ilmiah. Kita bisa menambahkan bahwa ini juga merupakan fenomena psikologis juga ada keterlibatan emosional didalamnya.
F.   Pandangan Popper Tentang Ilmu Pengetahuan
Seperti yang telah kita ketahui, ilmu pengetahuan dianggap berkaitan dengan observasi empiris, pembentukan teori, pengujian teori, perevisi teori, dan pencarian kaidah hubungan tertentu. Seperti Kuhn, Karl Popper (1902-1904) bersikap kritis tentang pandangan ilmu pengetahuan ini. Menurut Popper, aktivitas keilmuan ilmiah tidak berawal dengan observasi empiris. Namun ia berawal dari problem. Menurut Popper, ide bahwa ilmuan melakukan pengamatan empiris dan kemudian berusaha menjelaskan observasi itu.
Menurut Popper, problem akan menentukan observasi mana yang akan dilakukan oleh ilmuan. Langkah selanjutnya menurut Popper adalah mengajukan solusi persoalan. Teori ilmiah adalah usulan solusi atas problem. Apa yang membedakan teori ilmiah dengan teori non ilmiah adalah principle of revutability, menurut prinsip ini sebuah teori ilmiah harus memberikan prediksi spesifik tentang apa yang akan terjadi dalam situasi tertentu. Prediksi itu pasti mengandung resiko dalam pengertian bahwa ada kemungkinan nyata bahwa prediksi itu akan keliru dan karenanya menolak teori yang menjadi landasannya.
2.3         Gagasan Awal Tentang Belajar
A.  Epistemologi dan Teori Belajar
Epistemologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat pengetahuan. Pandangan Plato dan Aristoteles tentang hakikat pengetahuan telah mempengaruhi kecenderungan filsafat yang masih bertahan sampai sekarang. Plato percaya bahwa pengetahuan adalah diwariskan dan karenanya merupakan komponen natural dari pikiran manusia. Menurut Plato seseorang mendapatkan pengetahuan dengan merenungi isi dari pikiran seseorang. Sementara Aristoteles percaya bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi dan tidak diwariskan.
Meskipun Plato percaya bahwa pengetahuan itu diwariskan dan Aristoteles percaya bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi, keduanya menunjukkan contoh dan ratinalism (rasionalisme) karena keduanya percaya bahwa pikiran secara aktif terlibat dalam pemerolehan pengetahuan. Menurut Plato pikiran harus terlibat dalam intropeksi aktif untuk mengungkap pengetahuan yang diwariskan. Menurut Aristoteles pikiran harus aktif memikirkan informasi yang diberikan oleh indra, guna mengungkap pengetahuan yang ada didalam informasi itu. Istilah nativisme juga dapat dipakai untuk pandangan Plato karena dia menegaskan bahwa pengetahuan sudah ada didalam diri manusia. Pandangan Aristoteles juga merupakan contoh dari empirism (empirisme) karena dia menenkankan pentingnya pengalaman duniawi sebagai basis dari semua ilmu pengetahuan.
B.  Plato
Plato (427-347 SM) adalah murid paling terkenal dari filsuf Socrates. Menurut Plato, setiap objek didunia fisik memiliki ide atau bentuk abstrak yang menyebabkannya. Misalnya, ide abstrak untuk kursi berinteraksi dengan materi untuk menghasilkan sesuatu yang dinamakan kursi. Semua objek fisik memiliki asal-usul semacam itu. Jadi, apa yang kita alami lewat indera adalah kursi tetapi bukan abstraksi kursi. Karenanya, jika kita berusaha mendapatkan pengetahuan dengan memeriksa benda yang kita rasakan dan alami lewat indera, kita akan tersesat. Informasi inderawi hanya menghasilkan opini, ide-ide abstrak itu sendiri adalah satu basis pengetahuan yang benar.
Menurut Plato, jika manusia menerima apa yang mereka alami lewat indera sebagai kebenaran, mereka hanya akan sampai pada opini dan ketidaktahuan. Hanya dengan mengalihkan perhatian dari dunia fisik dan tak murni ke dunia ide, merenunginya dengan mata pikiran, barulah kita bisa berharap mendapatkan kembali pengetahuan sejati kita. Jadi, sebuah pengetahuan adalah kenangan, atau ingatan tentang pengalaman jiwa kita saat berada dilangit diatas langit.
C.  Aristoteles
Aristoteles (384-322 SM), salah satu murid Plato pada awalnya menganut ajaran Plato, namun kemudian berbeda dengan pendapatnya. Perbedaan dasar antara kedua pemikir itu adalah dalam sikap mereka terhadap informasi indrawi. Bagi Plato informasi indrawi itu adalah halangan dan merupakan sesuatu yang tidak bisa dipercaya. Namun Aristoteles menganggap informasi indrawi adalah basis dari semua pengetahuan.
Aristoteles tidak pernah mengabaikan nalar, dia menganggap kesan indra adalah awal dari pengetahuan pikiran kemudian harus merenungi kesan ini untuk menemukan hukum-hukum didalamnya. Jadi Aristoteles percaya bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman indra dan penalaran (pemikiran). Disini ada dua perbedaan antara teori pengetahuan Plato dengan Aristoteles. Pertama, hukum dan alam yang dikaji Aristoteles dianggap tidak memiliki eksistensi yang independen dari manistevasi empirisnya seperti yang diasumsikan Plato. Kedua, menururt Aristoteles semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman indrawi. Tentu saja ini berbeda dengan Plato.
Dalam menjelaskan teori empristik ini, Aristoteles merumuskan laws of asisiation (hukum asosiasi). Jadi menurut Aristoteles pengalaman indrawi menimbulkkan gagasan berdasarkan hukum kesamaan, kontras, kontiguitas, dan frekuensi, ide-ide yang dimunculkan pengalaman indrawi akan menstimulasi ide lain. Dalam filsafat, pendapat bahwa hubungan antar ide dapat dijelaskan lewat hukum asosiasi ini. Selain mempopulerkan investigasi empiris, Aristoteles juga memberikan beberapa kontribusi bagi psikologi. Dia menulis tentang indra manusia. Dia juga banyak memberi kontribusi dalam hal konsep memori pemikiran belajar.
D.  Awal Psikologi Modern
Rene Descartes (1596-1650) memberikan teori tentang pemisahan antara pikiran dan tubuh. Dia memandang tubuh manusia sebagai mesin yang gerak-geriknya dapat diprediksi. Dalam hal ini manusia sama dengan binatang dan pikiran adalah atribut khas manusia. Dalam menjelaskan cara kerja pikiran, Descartes bersandar pada ide bawaan, dan karenanya tampak ada pengaruh Plato dalam filsafatnya. Ide bawaan bukan berasal dari pengalaman, tetapi merupakan bagian integral dari pikiran.
Thomas Hobbes (1588-1679) menentang gagasan bahwa ide bawaan adalah sumber ilmu pengetahuan, ia berpendapat bahwa kesan indra adalah sumber dari semua pengetahuan. Menurut Hobbes, perilaku manusia dikontrol oleh hasrat keinginan dan keengganan. Kejadian yang dikejar manusia disebut baik dan yang dihindari disebut jahat. Jadi baik dan buruk ditentukan individual.
John Locke (1632-1704) juga menentang gagasan dari ide bawaan. Menurutnya, pikiran terdiri dari ide dan ide datang dari pengalaman. Dia menunjukkan bahwa jika ide adalah bawaan, maka orang dimana-mana akan memilikinya, namun nyatanya tidak. Ide-ide berasal dari pengalaman inderawi, ide-ide kompleks berasal dari kombinasi berbagai ide yang sederhana.
George Berkeley (1685-1753) mengklaim bahwa Locke tidak melangkah cukup jauh. Masih ada semacam dualisme dalam pandangan Locke yang menyatakan bahwa objek fisik menimbulkan ide-ide tentang objek tersebut. Namun Berkeley tetap dianggap empiris karena dia percaya isi pikiran berasal dari pengalaman realitas eksternal.
David Hume (1711-1776) mengemukakan argumen tersebut selangkah lebih maju. Meskipun dia setuju dengan Berkeley bahwa kita tidak bisa merasa pasti tentang lingkungan fisik, namun dia juga menambahkan bahwa kita juga tidak tahu pasti soal ide.
Immanuel Kant (1724-1804) menganggap bahwa analisis yang cermat terhadap pengalaman kita akan mengungkapkan kategori pemikiran tertentu. Misalnya, Kant menunjukkan bahwa kita memang punya gagasan seperti kausalitas, kesatuan, dan totalitas. Namun kita tidak pernah, seperti dikatakan Hume, mengalami hal-hal semacam empiris. Kategori-kategori pemikiran ini (fakultas) bukan bagian dari pengalaman indrawi kita dan juga tidak berasal darinya. Jika pemikiran-pemikiran ini bukan hasil dari pengalaman indrawi, maka mereka pasti merupakan kategori pemikiran bawaan. Jadi, Kant mempertahankan rasionalisme dengan menunjukkan bahwa pikiran adalah sumber dari pengetahuan.
John Stuart Mill (1806-1873) selain menerima gagasan bahwa ide-ide kompleks terdiri dari ide-ide yang lebih sederhana, Mill menambahkan bahwa beberapa ide sederhana dikombinasikan menjadi satu totalitas baru yang tidak mirip dengan bagian-bagiannya. Dengan kata lain, Mill percaya bahwa keseluruhan adalah berbeda dari jumlah bagian-bagiannya. Ketika beberapa ide dikombinasikan, mereka akan menghasilkan ide yang berbeda dengan ide-ide yang menjadi unsur-unsur dari ide baru itu.
E.   Pengaruh Historis Lain Terhadap Teori Belajar
Thomas Reid (1710-1796), Seperti Kant, Reid percaya bahwa pikiran memiliki kekuatan sendiri, yang sangat memengaruhi cara kita memandang dunia. Dia mengemukakan 27 fakultas pikiran yang kebanyakan diantaranya adalah bawaan. Keyakinan akan adanya fakultas seperti itu dalam pikiran kelak disebut dengan psikologi fakultas. Reid memberi contoh tentang seperti apa hidup itu jika kita menyangkal fakta bahwa indra kita merepresentasikan realitas fisik secara akurat. Pendapat Reid bahwa realitas adalah seperti apa yang kita lihat dinamakan naive realism (realisme naif) (Henle, 1986).
          Franz Joseph Gall (1758-1828) membawa psikologi fakultas beberapa langkah lebih jauh. Pertama, mereka mengasumsikan bahwa fakultas itu terletak di lokasi tertentu di otak. Kedua, dia percaya bahwa fakultas pikiran itu tidak sama untuk setiap individu. Ketiga, dia percaya bahwa jika suatu fakultas pikiran berkembang baik, maka akan ada benjolan atau tonjolan di bagian tengkorak kepala yang berhubungan dengan tempat fakultas pikiran di otak itu.  Jika fakultas itu tidak berkembang dengan baik, maka akan tampak cekungan di tengkorak. Analisis atribut mental dengan memeriksa karakteristik tengkorak kepala ini dinamakan phrenology.
Phrenology memberikan dua pengaruh yang cukup lama terhadap psikologi, yang satu bagus dan yang satunya buruk. Pertama, ia memicu munculnya riset untuk menemukan fungsi-fungsi bagian otak. Kedua, banyak penganut psikologi fakultas percaya bahwa fakultas pikiran akan bertambah kuat dengan latihan, seperti otot bertambah kuat jika dilatih angkat beban. Alasan ini para psikolog fakultas mengatakan menggunakan pendekatan otot mental untuk mempelajari proses belajar. Keyakinan bahwa pelajaran tertentu akan memperkuat fakultas tertentu dinamakan formal discipline (disiplin formal).
          Charles Darwin (1809-1882) mendukung gagasan evolusi biologis dengan menyajikan banyak bukti, sehingga pandangannya dikaji secara serius. Penerimaan teori evolusi oleh komunitas ilmiah menandai pukulan telak terhadap ego manusia. Evolusi mengembalikan kontinuitas antara manusia dan hewan lain yang telah diabaikan selama berabad-abad. Darwin mengubah semua pemikiran tentang sifat manusia. Manusia kini dilihat sebagai kombinasi dari warisan biologis dan pengalaman hidup. Individualitas semakin dihargai, dan studi individu makin populer. Barangkali orang paling terkenal yang dipengaruhi langsung oleh Darwin adalah Sigmund Freud (1856-1939), yang mengeksplorasi problem manusia yang berusaha hidup di dunia yang beradab.
Herman Ebbinghaus (1850-1909) konon telah membebaskan psikologi dari filsafat dengan menunjukkan bahwa proses mental adalah yang lebih tinggi dari belajar dan memori dapat diteliti secara eksperimental. Ebbinghaus lebih memilih mempelajari proses asosiatif ketika proses itu berlangsung. Salah satu prinsip dari asosiasi adalah hukum frekuensi, yang menjadi fokus riset Ebbinghaus. Hukum frekuensi menyatakan bahwa semakin sering suatu pengalaman terjadi, semakin mudah pengalaman itu diingat atau dilakukan lagi.  Untuk menguji gagasan ini dibutuhkan materi yang belum pernah dialami oleh subjek. Untuk mengontrol efek dari pengalaman sebelumnya, dia menciptakan nonsense material (materi tak bermakna). Hubungan antar suku kata itulah tidak bermakna. Riset Ebbinghaus menimbulkan revolusi dalam studi proses asosiatif. Alih-alih menyusun hipotesis tentang hukum frekuensi, dia justru menunjukkan bagaimana hukum itu berfungsi
F.   Mazhab Psikologi Awal
Dalam perkembangannya, mazhab psikologi terdiri dari beberapa macam. Adapun mazhab-mazhab yang tumbuh pada masa awal berkembangnya psikologi adalah sebagai berikut.
1.    Voluntarisme
Mazhab psikologi pertama adalah voluntarism (voluntarisme), aliran ini didirikan oleh Wilhelm Maximillian Wundt (1832-1920), yang mengikuti tradisi rasionalis Jerman. Tujuan Wundt adalah mempelajari kesadaran sebagaimana ia dialami secara langsung dan mempelajari produk dari kesadaran seperti berbagai pencapaian kultural. Salah satu dari eksperimentalnya adalah menemukan elemen-elemen pikiran yakni elemen dasar yang menyusun pemikiran. Untuk menemukan elemen dasar pemikiran Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama pada 1879.
Seiring dengan tradisi rasionalistik Jerman, Wundt tertarik dengan persoalan kehendak manusia. Dia mencatat bahwa manusia bisa memperhatikan secara selektif terhadap elemen apapun dari pikiran yang mereka inginkan.Wundt menyebut perhatian selektif ini sebagai apperception (apersepsi). Elemen pikiran juga dapat diatur sekehendaknya dalam sejumlah kombinasi, sebuah proses yang oleh Wundt dinamakan creative synthesis (sintesis kreatif). Karena penekanan Wundt pada kehendak inilah maka alirannya dinamakan voluntarisme.
2.    Strukturalisme
Ketika aspek dari voluntarisme Wundt ditransfer oleh murid-muridnya ke Amerika Serikat, aspek-aspek itu dimodifikasi secara signifikan dan menjadi aliran structuralism (strukturalisme). Edward Titchener (1867-1927) mendirikan mazhab strukturalisme di Cornell University. Strukturalisme, seperti aspek eksperimental dari voluntarisme Wundt, melakukan studi sistematis atas kesadaran manusia dan ia juga mencari unsur-unsur pemikiran. Dalam menganalisis elemen pikiran, alat utama yang dipakai voluntaris dan strukturalis adalah introspection (introspeksi).
Subjek eksperimental harus dilatih dengan hati-hati agar tidak salah menggunakan teknik introspeksi. Mereka dilatih untuk melaporkan immediate experience (pengalaman langsung) saat mereka mempersepsi objek dan tidak melaporkan interpretasi atas objek itu. Jelas, voluntaris dan strukturalis lebih tertarik pada isi pikiran ketimbang asal usul pikiran.
Voluntaris dan strukturalis sama-sama mencari elemen-elemen pikiran. Sebagai mazhab psikologi, strukturalisme berumur pendek dan mati di masa hidup Titchener. Strukturalisme tidak pernah mempertimbangkan salah satu perkembangan terpenting dalam sejarah manusia yaitu doktrin evolusi. Strukturalisme mengabaikan adanya bukti eksistensi proses bawah sadar yang dikemukakan oleh peneliti seperti Freud. Dikatakan bahwa hal paling penting tentang strukturalisme adalah aliran ini muncul, dikerjakan, lalu mati.
3.    Fungsionalisme
Fungsionalisme juga muncul di AS dan pada awalnya berdampingan dengan strukturalisme. Meskipun keyakinan fungsionalis beragam, penekanan mereka selalu sama yaitu pada kegunaan kesadaran dan perilaku dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada umumnya, yang dianggap pelopor gerakan fungsionalis adalah William James (1842-1910). Dalam bukunya yang sangat berpengaruh, The Principles of Psychology (1890), James membahas strukturalis. Kesadaran, katanya tidak dapat direduksi menjadi elemen-elemen. Dia menekankan bahwa manusia adalah makhluk rasional dan irasional (emosional).
4.    Behaviorisme
Pendiri aliran behaviorism (behaviorisme) adalah John B. Watson (1878-1958), yang mengatakan bahwa kesadaran hanya dapat dipelajari melalui proses introspeksi, sebuah alat riset yang tidak bisa diandalkan. Watson menganggap bahwa perhatian utama psikolog seharusnya adalah perilaku dan bagaimana perilaku bervariasi berdasarkan pengalaman yang beragam.
Tidak ada lagi introspeksi, tak ada lagi pembicaraan perilaku naluriah, dan tak ada lagi usaha mempelajari kesadaran manusia atau pikiran bawah sadar. Perilaku adalah apa yang dapat kita lihat dan karenanya perilaku adalah apa yang kita pelajari. Watson pernah beralih dari pandangan behaviorisnya, pada tahun 1936 dia mengemukakan pandangan yang dianutnya sejak 1912. Tentu saja poin utama behavioris adalah bahwa perilakulah yang seharusnya dipelajari karena perilaku dapat dikaji secara langsung. Behaviorisme berpengaruh besar terhadap teori belajar di Amerika. Sejak Watson, pada dasarnya semua psikolog mempelajari perilaku. Bahkan para psikolog kognitif menggunakan perilaku untuk mengukur kejadian kognitif. Karena alas an ini dapat dikatakan bahwa semua psikolog kontemporer adalah behavioris.

BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan
Dari pembahasan ringkas yang telah disajikan, dapat dilihat bahwa teori belajar memiliki warisan yang kaya dan beragam. Sebagai akibat dari warisan ini, dewasa ini ada banyak sudut pandang tentang proses belajar. Satu paradigma kita sebut sebagai fungsionalistik, paradigma ini menekankan pada hubungan antara belajar dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Paradigma kedua disebut sebagai asosiasionistik, sebab ia mempelajari proses belajar dalam term hukum asosiasi. Paradigma ini berasal dari Aristoteles dan dipertahankan serta dielaborasi oleh Locke, Berkeley, dan Hume. Paradigma ketiga dinamakan kognitif, karena ia menekankan sifat kognitif dari belajar. Paradigma ini berasal dari Plato dan sampai pada kita melalui Descartes, Kant, dan para psikolog fakultas. Paradigma keempat disebut sebagai neurofisologis, karena ia berusaha mengisolasi korelasi neurofisiologis dari hal-hal seperti belajar, persepsi, pemikiran, dan kecerdasan. Paradigma ini merupakan manifestasi rangkaian penelitian yang diawali dengan pemisahan tubuh dan pemikiran oleh Descartes. Paradigma kelima disebut evolusioner, sebab ia menekankan pada sejarah evolusi proses belajar organisme. Paradigma ini berfokus pada cara dimana proses evolusi mempersiapkan organisme untuk beberapa jenis belajar tetapi membuat jenis belajar lain menjadi sulit.
Paradigma ini mesti dilihat sebagai kategori kasar karena sulit untuk menemukan teori belajar yang sesuai persis dengan salah satu kategori itu. Kita meletakkan satu teori dalam paradigma tertentu berdasarkan penekanan utamanya. Namun didalam hampir semua teori, aspek-aspek tertentu dari paradigma lain juga bisa ditemukan. Semua paradigma yang telah dijelaskan sebenarnya menekankan pada kebenaran tertentu tentang proses belajar dan mengabaikan kebenaran lainnya. Jadi, untuk mendapatkan gambaran yang paling akurat tentang proses belajar, seseorang harus memandangnya dari sudut pandang berbeda.
3.2         Saran
Dalam menentukan perilaku dan kepribadian manusia, tidak ada proses yang lebih penting daripada belajar. Sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang Banten, materi ini dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk melakukan pendekatan dalam memahami proses belajar. Kita juga  bisa memilih salah satu pendekatan yang paling sesuai dengan pemikiran kita. Dengan demikian, proses belajar mengajar akan lebih terarah pada tujuan yang ingin dicapai.

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com